Tahun Baru merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu bagi kebanyakan orang. Namun, sudah tahukah anda bila ada beberapa kejanggalan dibalik Penamaan BULAN di Tahun Masehi ini? Berikut pemaparannya.
Kejanggalan
1.
Tahun
Masehi adalah tahun yang mendasarkan perhitungannya pada peredaran matahari.
Hal ini menjadi janggal, saat nama-nama Januari, Februari, Maret, dan
seterusnya disebut sebagai nama-nama BULAN, sebab perhitungannya berdasarkan
peredaran MATAHARI. Logisnya Januari, Februari, Maret, dan seterusnya disebut
sebagai MATAHARI Januari, MATAHARI Februari, MATAHARI Maret, dan seterusnya.
Mungkin terasa aneh menyebutnya seperti itu.
Kejanggalan
2.
Saat
pergantian tahun, mengawali 1 Januari, tepat pada tengah malam jam 00. Mestinya,
perhitungan Masehi dimulai di siang hari saat sang mentari beredar, sebagaimana
tahun hijriyah mengawali perhitungannya ketika bulan mulai mengorbit. Sebut
misalnya, saat umat Islam menetapkan awal dan akhir Ramadhan dengan melihat
bulan atau mendasarkan perhitungannya pada bulan.
Kejanggalan
3.
Dari
nama-nama yang telah ditetapkan ini, akan terasa janggal saat menyebut
SEPTEMBER yang berarti TUJUH, tapi berada diurutan ke SEMBILAN. Simak hal-hal
dibalik nama-nama Bulan Masehi berikut:
JANUARI.
Mengapa tahun Masehi diawali Januari? Semula Januari bukan yang pertama,
melainkan Maret. Tapi ketika gereja mengadopsi kalendernya Romawi Kuno, Maret
berubah menjadi Januari. Alasannya, untuk yang pertama harus baik. Sementara
Maret identik dengan peperangan. Januari, Dalam mitologi Romawi Kuno, dikenal
sebagai dewa berwajah dua. Satu menghadap ke depan dan satunya ke belakang.
Untuk
menentukan mana yang depan atau belakang, ditandai dengan wajah yang menghadap
depan selalu tersenyum dan optimis, sedangkan yang menghadap ke belakang selalu
terlihat muram dan sedih.
Dewa
itu bernama Janus, yang bisa pula
berarti pintu, gerbang, gapura atau lorong masuk.
Itulah
mengapa untuk yang pertama setiap tahun dinamakan dengan JANUARI. Januarius Mensis (Latin, Januari) bisa
dikatakan berwajah dua. Wajah yang satu menghadap ke tahun sebelumnya dan
lainnya ke tahun berjalan.
Dewa
Janus dikatakan bermuka dua, namun,
menurut kepercayaan Romawi kuno, bermuka dua dalam konteks waktu.
FEBRUARI.
Merupakan periode kedua dalam tahun Masehi. Berasal dari nama dewa Februus, Dewa Penyucian.
MARET.
Merupakan periode ketiga dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewa Mars, Dewa Perang.
Pada
mulanya, Maret menempati posisi pertama dalam kalender Romawi, lalu pada tahun
45 SM Julius Caesar menambahkan Januari dan Februari di depannya sehingga Maret
“dikudeta” oleh gereja menjadi yang ketiga.
Alasannya
untuk memulai yang pertama, harus penuh optimisme menatap ke depan. Sementara
Maret identik dengan peperangan, sebab Maret yang dari kata Dewa Mars adalah
Dewa Perang. Jadi, gereja juga meyakini akan keyakinan Romawi kuno itu.
APRIL.
Merupakan “Matahari” keempat dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Aprilis, atau dalam bahasa Latin disebut
juga Aperire yang berarti ”membuka”.
Diduga
kuat sebutan ini berkaitan dengan musim bunga dimana kelopak bunga mulai
membuka. Juga diyakini sebagai nama lain dari Dewi Aphrodite atau Apru, Dewi
Cinta orang Romawi.
MEI.
Merupakan “Matahari” yang kelima dalam kalender Masehi. Berasal dari nama Dewi
Kesuburan Bangsa Romawi, Dewi Maia.
JUNI.
Merupakan “Matahari” yang keenam dari tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Juno.
JULI.
Jadi urutan ketujuh dari tahun Masehi. Di periode “Matahari” ini lahir, sebab itu dinamakan
Juli.
Sebelumnya
Juli disebut sebagai Quintilis, yang
berarti kelima dalam bahasa Latin. Hal ini lantaran kalender Romawi pada
awalnya menempatkan Maret pada urutan pertama.
Pergeseran
dari Maret yang semula di urutan pertama menjadi ketiga, berdampak pada urutan
berikutnya.
AGUSTUS.
Merupakan urutan kedelapan dalam kalender Masehi. Seperti juga nama Juli yang
berasal dari nama Julius Caesar, maka Agustus berasal dari nama kaisar Romawi,
yaitu Agustus.
Pada
awalnya, ketika Maret masih menjadi yang pertama, Agustus menjadi yang keenam
dengan sebutan Sextilis.
SEPTEMBER.
Merupakan “Matahari” kesembilan dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa
Latin Septem, yang berarti tujuh.
Tapi janggalnya, sampai sekarang September di urutan kesembilan, padahal
artinya “tujuh”.
Sejarahnya,
September bertahan di posisi ketujuh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun
153 SM.
OKTOBER.
Merupakan “Matahari” kesepuluh dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa
Latin Octo, yang berarti delapan.
Cukup
lucu, meski artinya “delapan”, tetapi di kalender Masehi si Octo menempati
urutan kesepuluh. Oktober bertahan di posisi kedelapan dalam kalender Romawi
sampai dengan tahun 153 SM.
NOVEMBER.
Merupakan “Matahari” kesebelas dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa
Latin Novem, yang berarti sembilan.
Anehnya,
meskipun artinya “Sembilan”, di kalender masehi si Novem digeser jadi yang
kesebelas.
November
bertahan di urutan kesembilan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
DESEMBER.
Merupakan “Matahari” keduabelas atau yang terakhir dari periode tahun Masehi.
Nama ini berasal dari bahasa Latin Decem,
yang berarti sepuluh.
Walaupun
artinya “sepuluh”, di kalender masehi sang “Decem” digeser menjadi yang
keduabelas atau terakhir.
Desember
di urutan kesepuluh dalam kalender Romawi bertahan sampai dengan tahun 153 SM.
Pada
Desember inilah diyakini lahirnya Dewa Matahari (25 Desember) yang kemudian
diadopsi oleh Kristen menjadi perayaan gereja, yakni Natal Yesus Kristus.
Itulah
keanehan dan kejanggalan nama-nama hitungan “Matahari” pada Tahun Masehi yang
mengadopsi mitosnya bangsa Romawi Kuno. Dan, lebih aneh bin janggal lagi, umat
Islam merayakannya, tanpa memahami akar dan historisnya.Tanpa pengetahuan
tentangnya.
Sama
halnya dengan natal 25 Desember yang mengadopsi kelahiran dewa matahari,
berakar dari Romawi Kuno. Maka, sesungguhnya natal 25 Desember dengan 1
Januari, awal tahun baru masehi, itu adalah satu paket.
Akar,
sumber dan historisnya sama. Kalangan gereja “memborong” dua “tema” sekaligus:
tema ‘natal’ dan ‘tahun baru masehi 1 Januari’, sehingga jadi semarak.
Jadi,
aneh dan janggal pula, jika ada sementara pihak yang mengatakan: mengucapkan
selamat natal haram, tapi mengucapkan tahun baru 1 Januari tak apa! Yaa Robb,
na’uudzubillaahi mindzaalik.
Rio
E. Turipno, S.Psi (diambil dari
Konsultasi Pelajar Muslim)
*Artikel
ini telah mengalami pengeditan dan penambahan seperlunya
Sumber:
http://www.salam-online.com/2012/12/tahun-masehi-dari-mitos-musyrik-romawi-yang-diadopsi-gereja-mengapa-umat-islam-merayakannya.html